Warga Jakarta Utara Mengalami Krisis Air Berbulan-bulan

Jakarta Utara Krisis Air
Jakarta Utara Krisis Air

Sungguh malang nasib warga di wilayah Jakarta Utara yang saat ini mengalami krisis air bersih. Penyebabnya bukan karena musim kemarau, melainkan karena adanya gangguan yang dihadapi operator layanan air. Tragisnya, krisis air ini sudah berlangsung berbulan-bulan.

Air jarang mengalir ke perumahan warga. Kalaupun ada, debit air yang keluar tidaklah banyak. Kualitas air pun buruk karena karena berbau serta berwarna.

Kondisi ini setidaknya dirasakan warga di dua kampung di Jakarta Utara, yakni Kampung Bandan, Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, dan Kampung Baru Kubur, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan.

Bukannya makin baik, ternyata krisis air di Jakarta Utara terus meluas. Kali ini Kampung Marlina di Muara Baru, Penjaringan, ikut terdampak.

Ketua RT 10 RW 17 Kampung Marlina, Yuli (66), mengatakan bahwa air yang didistribusikan oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) tersendat sejak beberapa hari yang lalu.

Ketika air ada pun kondisinya tidak layak pakai, seperti berwarna hitam dan mengeluarkan bau tidak enak. Yuli mengatakan, kondisi ini bukan kali pertama terjadi.

Warga sudah menuntut Palyja agar bisa konsisten mengalirkan air ke perumahan mereka. Namun, hal sama terus berulang.

“Dua hari mati total. Pas (airnya) jalan malah hitam, bau. Dalam tahun ini warga sudah demo dua kali,” kata Yuli di lokasi, Selasa (11/1/2022).

Lebih lanjut ia mengatakan Palyja tidak memberi peringatan kepada warga sebelum aliran air berhenti.

Namun, pihak Palyja akan selalu beralasan sedang ada perbaikan saluran saat diminta pertanggungjawaban oleh warga. Yuli mengatakan, kondisi air yang hidup-mati tersebut sudah terjadi sejak tahun 2021.

“(Jawaban dari) orang Palyja-nya mungkin dari sononya kurang nge-press (dorongan) atau ada perbaikan di jalur pipa,” kata dia.

Artikel Lainnya  Berkat #SahabatBaik, Sarana Air Bersih Sumba Makin Sempurna

Baca Juga: Cerita Warga Kebumen Terpaksa Harus Beli Air Bersih

Sebagai solusi, warga pun terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk membeli air bersih.

“Satu gerobak isi 10, harganya Rp 50.000 untuk sehari,” kata dia.

Dia pun berharap Palyja segera menyelesaikan masalah krisis air tersebut. Apalagi, setiap bulan dirinya tetap harus terus membayar tagihan air ke perusahaan milik pemerintah daerah tersebut.

“Harapan saya, (kalau) tiap bulan ditagih harus bayar, jadi air harus nyala tiap hari,” ucap Yuli seolah berdoa.