Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke

Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke
Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke

Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke

Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke
Polemik Komersialisasi Air Pada Warga Muara Angke

Pada dasarnya, air berasal dari alam dan menjadi kebutuhan dasar manusia.

Karena itu air bagian dari hak asasi manusia. Jika air adalah hak asasi, kenapa masih ada air yang dikomersilkan? 

Salah satu praktik komersialisasi air terjadi kepada warga kurang mampu di Muara Angke, Jakarta Utara.

Warga di sana sampai detik ini belum menikmati air bersih secara gratis. 

Sungguh ironis, warga dengan mayoritas pekerjaan nelayan tradisional dan pengupas kerang ini tergolong masyarakat miskin.  

Penghasilan mereka rata-rata Rp210.000-Rp300.000 per bulan tapi masih harus dibebani dengan membeli air seharga 400.000-600.000 per pikul atau 2 jerigen. 

Warga biasanya menggunakan 2 jerigen air secara hemat dalam dua hari. Air bersih yang dibeli hanya digunakan untuk kebutuhan masak.

Kebutuhan air untuk mandi dan mencuci pakaian biasanya warga menggunakan air sungai yang tercemar atau air yang mengalir di lingkungan rumah mereka saat rob.

Dua pertiga Indonesia merupakan perairan. Indonesia kaya air. Sayangnya, di Muara Angke malah miskin air. Bukankah memenuhi kebutuhan air adalah tanggung jawab pemerintah? 

Berdasarkan undang-undang, secara jelas tertulis dengan jelas dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. 

Apakah hak asasi bebas mendapat air bersih hanya berlaku secara tertulis, tetapi secara nyata menjadi beban ekonomi warga miskin?

Lalu, apa yang salah terhadap warga yang memilih tinggal di Muara Angke, Jakarta Utara?

Baca Juga: Masa Pandemi dan Harga Air yang Mahal

Jika alasan tidak mengalirkan air bersih di Muara Angke karena sebagian besar wilayah Muara Angke tidak terdaftar secara administratif menjadi kawasan layak tinggal, seharusnya pemerintah memberdayakan masyarakat. 

Artikel Lainnya  Menelisik Penyebab Utama Kekeringan dan Upaya Mengatasinya

Sebab Pasal 34 UUD 1945 telah mengamanatkan “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. 

Pertanyaan terbesar saat ini adalah, sampai kapankah orang-orang yang tergolong ke dalam fakir miskin ini harus membeli air di tengah negeri perairan ini?