Warga Kampung Blok Eceng, Blok Empang, dan Blok Limbah, di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara sampai hari ini masih mengalami krisis air bersih.
Bahkan menurut pengakuan warga, untuk mandi saja harus menunggu turunnya hujan.
Terdengar tidak masuk akal memang, apalagi area tersebut masih masuk wilayah Jakarta. Tapi itulah kenyataan yang harus diterima oleh warga Muara Angke.
Perkampungan Blok Eceng, Blok Blok Empang dan Blok Limbah ini muncul sejak tahun 1980-an.
Perkampungan ini sekarang dihuni oleh kurang lebih 4.068 jiwa dengan 1.286 kepala keluarga.
Pada awalnya, warga perkampungan memenuhi kebutuhan air bersih dengan menggunakan sumur.
Tetapi, dalam perkembangannya air sumur yang biasa digunakan warga mengalami penurunan kualitas yang sangat drastis.
Air sumur menjadi tidak layak pakai karena mempunyai bau yang menyengat, berminyak dan asin. Dampak dari kombinasi pencemaran lingkungan sekaligus intrusi air laut.
Semenjak itulah, warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih dengan membeli air isi ulang galon atau bahkan air kemasan botol.
Sementara, untuk keperluan sanitasi (Mandi Cuci Kakus), warga membeli air pikulan yang biasa dalam kemasan jerigen.
Untuk kebutuhan konsumsi air minum dan mencuci serta mandi per keluarga memerlukan sekitar 228 liter.
Rata-rata per keluarga harus menyediakan dana kurang lebih Rp 1,14 juta per bulan hanya untuk air saja.
Tingginya biaya tersebut sangat dikeluhkan oleh warga. Mengingat mayoritas warga hanya berprofesi sebagai nelayan tradisional, tentu saja sangat memberatkan.
Nur Wenny, salah satu warga Muara Angke yang ikut mendatangi Balai Kota untuk menyampaikan aspirasi, menegaskan, banyak warga harus membeli air bersih hanya untuk keperluan minum saja.
Sementara untuk keperluan yang lain, yaitu mandi dan mencuci, Nur Wenny harus menunggu hujan atau menunggu datangnya air rob.
Nur Wenny sangat berharap Pemprov DKI Jakarta dapat menyediakan layanan air bersih dengan harga murah. Selama ini, warga dipaksa seolah-olah kaya.
Baca Juga: Manfaat dan Peran Air Bersih Bagi Manusia
Apalagi dengan situasi pandemi yang masih berlangsung, warga banyak yang kehilangan pekerjaan.
DPRD DKI Jakarta mengkritisi kinerja Pemprov DKI Jakarta karena cakupan layanan air pipa masih berhenti di kisaran angka 65 persen.
Anggota DPRD Fraksi PDIP Komisi D, Yuke Yurike mendesak agar permasalahan krisis air bersih harus segera diatasi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kasihan warga Muara Angke, yang harus mengeluarkan biaya lebih mahal dari warga Menteng, sementara untuk mandi harus menunggu hujan.