Status krisis air bersih di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan ini semakin memprihatinkan, karena jumlah fenomena kekeringan mengalami peningkatan secara signifikan. Ini artinya, warga NTT masih akan terus dihantui oleh krisis air bersih.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa 73 persen desa/kelurahan di NTT mengalami tingkat risiko terhadap kekeringan yang tinggi hingga sangat tinggi.
Selama 2 tahun terakhir, analisa dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) milik BNPB memperlihatkan jumlah fenomena kekeringan di NTT mengalami kenaikan secara signifikan. Dampaknya, masyarakat NTT akan menghadapi ancaman krisis air bersih yang semakin buruk.
Dilihat dari topografinya, NTT merupakan daerah yang berada di atas bentang 6 alam Karst. Kondisi struktur daratannya terdiri atas banyak batu gamping koral, pasir, dan batu karang.
Sifat Karst identik sebagai wilayah kering yang tidak subur, daerahnya berupa cekungan, mempunyai sungai di bawah permukaan, tetapi kering di atas permukaannya.
Keberadaan sumber air di wilayah Karst biasanya sulit dijangkau sebab air bisa berada pada puluhan meter di bawah permukaan tanah. Struktur alam berupa bebatuan ditambah dengan musim kemarau yang berkepanjangan, semakin memperburuk krisis air bersih di NTT.
Dengan kondisi alam yang sulit seperti ini maka kunci untuk mencegah krisis air bersih di NTT adalah tata kelola air yang baik dan benar. Pemerintah Provinsi NTT beserta PDAM setempat harus mampu mengelola aira dengan menyediakan layanan air bersih perpipaan yang bisa sampai ke setiap rumah warga.
Adapun tujuan dilakukannya langkah ini demi memenuhi kebutuhan air bersih warga agar mereka tidak kesulitan lagi ketika musim kemarau datang.