
Krisis atas sumber air bersih bagi rumah tangga yang dialami 2 dari 5 orang di dunia nyatanya mengganggu upaya penanggulangan pandemi Virus Covid-19.
Dalam situasi normal saja, krisis air bersih bukan saja menghantui nasional, bahkan menjadi isu internasional. Peningkatan jumlah populasi dunia dan perubahan iklim menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air bersih. Sementara ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup masih menjadi masalah yang harus segera diselesaikan.
Hal tersebut tentunya menjadikan masalah semakin genting ketika dunia menghadapi pandemi Covid-19. Ada semacam kekhawatiran, kelangkaan air bersih ini dapat mempercepat penyebaran virus.
Anjuran dari pemerintah bahwa selama pandemi kita diharuskan sesering mungkin mencuci tangan dengan air yang mengalir menggunakan sabun dan mandi setelah bepergian,tidak lain sebagai pencegahan berpindahnya virus dari percikan liur (droplets) agar tidak masuk ke badan kita melalui saluran pernafasan atau mulut.
Baca Juga : Jakarta Masih Defisit Air Bersih Hingga 2022
Menurut ketua United Nation (UN) Water, Gilbert F Houngbo dalam sebuah sesi wawancara mengatakan, kegiatan mencuci tangan dan mandi membutuhkan air bersih yang cukup. Namun tindakan yang amat sederhana itu sulit dilaksanakan karena saat ini ada sekitar 3 miliar orang tidak memiliki akses ke air mengalir dan sabun di rumah, dan 4 miliar orang menderita kelangkaan air yang amat parah setidaknya satu bulan dalam setahun.
Houngbo juga menegaskan, kelangkaan sumber air bersih merupakan situasi bencana bagi orang-orang yang hidup tanpa akses ke air bersih dan sanitasi yang dikelola dengan aman.