Perempuan dalam rumah tangga secara langsung akan terkena imbas dari dampak krisis air bersih. Perempuan cenderung mempunyai peran dan tanggung jawab untuk memenuhi persediaan air di rumah tangga bagi keluarga baik untuk minum, memasak, dan mandi.
Kurangnya akses terhadap air bersih mengharuskan sebagian ibu rumah mengumpulkan air melalui sumur atau menampung air hujan dan merebus air tersebut untuk kebutuhan konsumsi.
Tidak jarang mereka harus menempuh jarak sampai berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan akses air bersih. Dapat dibayangkan tenaga dan waktu terbuang percuma untuk sekedar menyediakan air bersih bagi keluarganya.
Tidak jarang untuk peran ini, mereka juga melibatkan anak perempuan mereka, yang harusnya dapat berkonsentrasi untuk belajar dan bermain jika ada waktu senggang.
Secara kolektif, ibu rumah tangga di seluruh dunia paling tidak menghabiskan 200 juta jam setiap harinya hanya untuk berdiri dalam antrian, menimba air, atau pun menempuh jarak yang jauh dalam memenuhi kebutuhan air.
Ketersediaan akses air bersih dapat memberikan kesempatan bagi ibu rumah tangga di seluruh dunia untuk bekerja, bersekolah dan mengurus keluarga secara maksimal.
Peran pemerintah untuk memberi perhatian terhadap persoalan besar semacam ini. Tidak dapat disangkal, perempuan adalah korban yang paling menderita jika krisis air terjadi.
Perempuan di Indonesia juga merasakan penderitaan yang sama terkait isu krisis air bersih. Ambil contoh di Jakarta, masih banyak ibu rumah tangga yang perlu mengatur keuangan terbatas, dikarenakan harus membeli air bersih dengan harga mahal karena ketiadaan akses air bersih perpipaan.
Pemerintah, baik level pusat maupun daerah, sudah saatnya menyadari penderitaan kaum perempuan sekaligus mengakhiri penderitaan tersebut dengan membangun jaringan air bersih perpipaan di seluruh Indonesia, termasuk di Jakarta.