Ancaman Krisis Air – Dalam laporan Water Environment Partnership in Asia (WEPA), Indonesia memiliki 6 persen potensi air dunia.
Tetapi, kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas memberi sinyal bahwa Pulau Jawa akan kehilangan nyaris semua sumber air bersih pada tahun 2040.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut sejumlah faktor pemicu krisis air, dari perubahan iklim, pertambahan penduduk hingga alih fungsi lahan.
Pemerintah beranggapan krisis air dapat dicegah dengan membangun sejumlah bendungan dan normalisasi fungsi waduk dan dan danau, sementara menurut para ahli langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut belum tentu berhasil mengatasi potensi bencana krisis air.
Selama ini ada anggapan bahwa air adalah sumber daya terbarukan mengingat Indonesia mempunyai musim hujan.
Tetapi, harus diketahui bahwa belakangan curah hujan ada kecenderungan terus menurun.
Bisa dikatakan, pemanasan global memicu tingginya penguapan yang mengakibatkan defisit air.
Faktor antropogenik juga memperburuk terjadinya krisis air. Sektor industri dan rumah tangga selain menggunakan air dalam jumlah yang besar juga mendorong terjadinya alih fungsi lahan serta mengakibatkan terjadinya pencemaran air.
Menurut Pusat Litbang SDA Kementerian PUPR, sekarang ini per satu orang di Jawa mendapat 1.169 m3 dalam setahun.
Namun, hasil kajian menunjukkan bahwa ketersediaan air pada tahun 2040 per orang tinggal 476 m3 dalam setahun.
Angka tersebut dapat dikategorikan sebagai kelangkaan total. Ancaman krisis air tersebut hanya terjadi di Jawa, sedangkan, ketersediaan di pulau lain tidak mengalami tekanan.
Potensi terjadinya krisis air di Jawa semakin diperburuk dengan perilaku masyarakat yang menggunakan air secara boros.
Mereka mengeksploitasi air tanah dengan menyedotnya secara berlebihan. Hal ini selain merusak lingkungan juga mengakibatkan ketersediaan air yang semakin menipis.
Peneliti senior BRIN, Rachmat Fajar Lubis menyebutkan krisis air tak akan usai dengan pembangunan penampungan air semata.
Pemerintah harus melakukan pengembangan teknologi untuk mengolah air laut jika ingin mengatasi krisis air.
Apabila skenario perubahan iklim benar-benar terjadi, maka dapat dipastikan persediaan air di bendungan atau waduk akan berkurang drastis.
Baca Juga: GEMAR, Inisiatif Mahasiswa KKN UNDIP Manfaatkan Air Hujan
Sebagai gantinya adalah mengolah air laut, air sungai dan juga limbah dengan teknologi yang tepat sebagai jalan keluarnya.
Heru Santoso, pakar BRIN lainnya mengatakan pentingnya penyadaran bersama tentang ancaman krisis air perlu segera digaungkan pemerintah kepada masyarakat.
Kampanye tentang potensi krisis air bersih harus dilakukan agar masyarakat semakin sadar pentingnya perilaku menghemat air.
Untuk menyiasati krisis air di Jawa, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu pengembangan teknologi massal penjernih air yang murah dan efisien untuk memanfaatkan air laut dan air sungai serta perilaku menghemat air.